Sunday, September 1, 2013

DEFINISI AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH

Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan para Sahabatnya رضي الله عنهم. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi صلی الله عليه وسلم dan para Sahabatnya رضي الله عنهم

As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk.  [1]

Sedangkan menurut ulama ‘aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menya-lahinya akan dicela. [2]

Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullahu (wafat 795 H): “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi صلی الله عليه وسلم dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak me-namakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H), Imam al-Auza’i (wafat th. 157 H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H).” [3]

Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah. [4]

Jama’ah menurut ulama ‘aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi’ut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.  [5]

Imam Abu Syammah asy-Syafi’i rahimahullah (wafat th. 665 H) berkata: “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka.”

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud رضي الله عنه: [6]

اَلْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ
.

“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.” [7]

Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi صلی الله عليه وسلم dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam agama.

Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan mengikuti Atsar (jejak Salaful Ummah), maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul Manshuurah (golongan yang mendapatkan pertolongan Allah), al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat), Ghurabaa' (orang asing).

Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah, Rasulullah صلی الله عليه وسلم  bersabda:

لاَتَزَالُ مِنْ أُمَّتِيْ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ
.
“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka dan orang yang menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.” [8]

Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:

بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْباً، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْباً، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
.

“Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghurabaa' (orang-orang asing).”  [9]

Sedangkan makna al-Ghurabaa' adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash رضي الله عنه ketika suatu hari Rasulullah صلی الله عليه وسلم menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa', beliau صلی الله عليه وسلم bersabda:

أُنَاسٌ صَالِحُوْنَ فِيْ أُنَاسِ سُوْءٍ كَثِيْرٍ مَنْ يَعْصِيْهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيْعُهُمْ
.
“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.” [10]

Rasulullah صلی الله عليه وسلم juga bersabda mengenai makna al-Ghurabaa':

اَلَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ
.
“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah rusaknya manusia.” [11]

Dalam riwayat yang lain disebutkan:
...
الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي
.
“Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku (Sunnah Rasulullah صلی الله عليه وسلم) sesudah dirusak oleh manusia.” [12]

Ahlus Sunnah, ath-Tha’ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti: ‘Abdullah Ibnul Mubarak: ‘Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin Sinan dan yang lainnya,
رحمهم الله. [13]

Imam asy-Syafi’i  [14] (wafat th. 204 H) rahimahullah berkata: “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Sahabat Nabi صلی الله عليه وسلم, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.” [15]

Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri (wafat th. 456 H) rahimahullah menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah: “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah ahlul haqq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para Sahabat رضي الله عنهم dan setiap orang yang mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ash-haabul hadits dan yang mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang awam  yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.”  [16]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Lisaanul ‘Arab (VI/399).
[2]. Buhuuts fii ‘Aqidah Ahlis Sunnah (hal. 16).
[3]. Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (hal. 495) oleh Ibnu Rajab, tahqiq dan ta’liq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad, cet. II-Daar Ibnul Jauzy-th. 1420 H.
[4]. Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah.
[5]. Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 61) oleh Khalil Hirras.
[6]. Beliau adalah seorang Sahabat Nabi صلی الله عليه وسلم, nama lengkapnya ‘Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al-Hadzali, Abu ‘Abdirrahman, pimpinan Bani Zahrah. Beliau masuk Islam pada awal-awal Islam di Makkah, yaitu ketika Sa’id bin Zaid dan isterinya -Fathimah bintu al-Khaththab- masuk Islam. Beliau melakukan dua kali hijrah, mengalami shalat di dua Kiblat, ikut serta dalam perang Badar dan perang lainnya. Beliau termasuk orang yang paling ‘alim tentang Al-Qur-an dan tafsirnya sebagaimana telah diakui oleh Nabi صلی الله عليه وسلم. Beliau dikirim oleh ‘Umar bin al-Khaththab  رضي الله عنه ke Kufah untuk mengajar kaum Muslimin dan diutus oleh ‘Utsman رضي الله عنه ke Madinah. Beliau رضي الله عنه wafat tahun 32 H. Lihat al-Ishaabah (II/368 no. 4954).
[7]. Al-Baa’its ‘alaa Inkaaril Bida’ wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman dan Syarah Ushuulil I’tiqaad karya al-Lalika-i (no. 160).
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 3641) dan Muslim (no. 1037 (174)), dari Mu’awiyah رضي الله عنه
[9]. HR. Muslim (no. 145) dari Sahabat Abu Hurairah رضي الله عنه
[10]. HR. Ahmad (II/177, 222), Ibnu Wadhdhah no. 168. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad (VI/207 no. 6650). Lihat juga Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajas Salaf hal. 125.
[11]. HR. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarah Musykilil Aatsaar (II/170 no. 689), al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah (no. 173) dari Sahabat Jabir bin ‘Abdillah a. Hadits ini shahih li ghairihi karena ada beberapa syawahidnya. Lihat Syarah Musykilil Aatsaar (II/170-171) dan Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1273).
[12]. HR. At-Tirmidzi (no. 2630), beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dari Sahabat ‘Amr bin ‘Auf رضي الله عنه
[13]. Sunan at-Tirmidzi: Kitaabul Fitan no. 2229. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany t  (I/539 no. 270) dan Ahlul Hadiits Humuth Thaa-ifah al-Manshuurah karya Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali.
[14]. Lihat kembali biografi beliau rahimahullah pada catatan kaki no. 14.
[15]. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ (X/60).
[16]. Al-Fishal fil Milal wal Ahwaa’ wan Nihal (II/271), Daarul Jiil, Beirut.
Kategori: Aqidah Ahlus Sunnah
Sumber: http://www.almanhaj.or.id

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...